Selasa, 06 Maret 2012

SETIAP ORANG TUA MEMPENGARUHI ANAKNYA, GURU MEMPENGARUHI MURIDNYA, DAN DOKTER MEMPENGARUHI PASIENNYA


Edited by : Afief Khoiril Anam CH, CHt, C.NLP., Di.Hol.Med
Manager IHC Learning Center 



Salam Sehat !



Setiap kita mungkin sebagian ada yang berperan sebagai orang tua, guru maupun sebagai seorang dokter. Dari berbagai penelitian, tenyata dalam menjalankan peran tersebut nyaman dan tidaknya, tidak hanya terpengaruh oleh keseluruhan kondisi lingkungannya (baik rumah, ruang kelas, & ruang prakek); melainkan mereka juga menciptakan kondisi micro (dirinya) sendiri di dalam hatinya. Anak yang berada dalam lingkungan keluarga yang gembira dan positif kemungkinan akan merekam kata-kata orang tua dan memiliki harga diri yang lebih baik. Murid yang berada dalam lingkungan kelas yang menyenangkan kemungkinan akan menangkap pelajaran lebih baik. Serta pasien yang berada dalam lingkungan klinik/rumah sakit yang menyenangkan kemungkinan akan mengalami kesembuhan yang lebih cepat.

Kenapa ini bisa terjadi? Begini penjelasan ilmiahnya, cara orangtua mempengaruhi anaknya, guru mempengaruhi muridnya, maupun dokter mempengaruhi pasiennya, adalah melalui pengamatan anak terhadap orangtua, pengamatan murid terhadap gurunya dan pengamatan pasien terhadap dokternya. Ketika sang anak senang memperhatikan orangtuanya atau murid memperhatikan gurunya dan pasien memperhatikan dokternya maka kondisi tersebut mengaktifkan Neuron-Cermin (Mirror Neuron) otak.

Sub-perangkat sel-sel otak yang mengagumkan ini ditemukan oleh dua periset Italia yang bernama Iacommo Rizzolati dan Vittrio Gallase, mereka menemukan bahwa neuron dalam area Ventral Premotor dari sebuah macaque (bagian otak)akan berfungsi kapan saja ketika monyet melakukan satu aksi yang kompleks seperti melihat sebuah peristiwa, menarik sebuah gagang, atau mendorong pintu kecil (Neuron-neuron yang berbeda menyulut tindakan yang berbeda). Akan tetapi yang mengherankan, satu sub perangkat kecil neuron-neuron akan berfungsi ketika si monyet memperhatikan monyet lain melakukan tindakan yang sama,namun kuncinya peristiwa (tindakan) tersebut harus sebuah tindakan yang menarik (menyenangkan) monyet yang melihatnya. (Iacoboni, Molnar-Szakacs, Gallese, Buccino & Mazziota, 2005)

Pada hakikatnya, mirror-neuron (neuron-cermin) itu, sesuai dengan namanya, merupakan bagian dari jaringan yang memungkin anda melihat dunia dari sudut pandang orang lain. Semua kita memiliki Neuron-Cermin, walaupun ada bukti bahwa Neuron-Cermin itu sangat lemah dalam orang-orang autis (Labaconi & Depretto, 2006)

Makna dari penelitian di atas sangat mendalam bagi dunia parenting, pendidikan, maupun kedokteran. Kemungkinan hal ini akan menjadi dasar bagi pembelajaran imitasi, tindakan menguap yang menular, pembelajaran sosial, perilaku bergerombol, kejahatan menyontek, kejahatan pemerkosaan, kejahatan korupsi, mengapa emosi anak menimbulkan emosi orangtua, kenapa emosi murid menimbulkan emosi guru, atau mengapa emosi pasien menimbulkan emosi dokter. Singkatnya, hal tersebut membantu kita memahami mengapa kita terpengaruh oleh perilaku orang di sekeliling kita.

Namun, pertanyaan berikutnya adalah, apakah mirror neuron ini selalu siap berfungsi? Ya dia akan berfungsi maksimal ketika lobus frontal kita belum matang (terutama saat masih anak-anak), namun ketika lobus frontal kita sudah matang (saat mulai muncul kesadaran untuk bisa membedakan baik dan buruk), maka dapat mempengaruhi efek mirror neuron.

Ketika lobus frontal kita belum matang, maka orang akan meniru perilaku negatif atau bahkan ‘dungu’ orang lain. Namun, ketika lobus frontal kita sudah matang, maka kita akan mengatakan bahwa aksi itu gila, tidak relevan, atau berbahaya dan harus di cegah.

Akan tetapi banyak anak yang lebih muda, dan anak-anak remaja, belum menjangkau titik ini dan dengan demikian masih akan meniru perilaku orang lain walaupun perilaku buruk. Memang banyak orang dewasa yang dengan lobus frontal yang dikompromikan (misalnya karena cedera otak, obat-obatan, atau depresi) masih membuat pilihan yang jelek atas dasar melihat yang lain melakukan.

Mudah-mudahan dengan informasi terbaru ini, kita sebagai orang tua, guru, maupun dokter akan lebih baik lagi dalam menyampaikan informasi (baik lewat kata-kata maupun perbuatan) kepada anak kita, murid, maupun pasien. Agar dapat membantu mewujudkan perubahan bagi Bangsa Indonesia menjadi Bangsa yang Beradab, Sehat & Sejahtera melalui setiap peran yang kita lakukan, Amien.


Sumber :

Brain-Based Learning Book
Dapretto M, Davies MS, Pfeifer JH, Scott AA, Sigman M, Bookheimer SY, Iacoboni M. Nat Neurosci. 2006 Jan;9(1):28-30. Epub 2005 Dec 4.
Oberman LM, Hubbard EM, McCleery JP, Altschuler EL, Ramachandran VS, Pineda JA. Brain Res Cogn Brain Res. 2005 Jul;24(2):190-8.
Oztop E, Kawato M, Arbib M. Neural Netw. 2006 Apr;19(3):254-71. Epub 2006 Apr 3.


Gambar :